Kawasan Dolly surabaya, konon disebut-sebut sebagai lokalisasi pelacuran yang terbesar se-Asia Tenggara. Setidaknya lebih dari 9.000 PSK (Pekerja Seks Komersial) berkumpul di kawasan tersebut. Pria hidung belang mulai dari kalangan atas hingga bawah mudah ditemukan disini. Selain penduduk lokal, wisatawan manca negara pun tak jarang datang ke sini sekadar untuk memuaskan birahi.
Sejarah
Menurut catatan sejarah, pada zaman penjajahan Belanda, kawasan Dolly dahulu adalah tempat pemakaman warga Tionghoa. Pemakaman ini diubah oleh seorang Noni Belanda bernama Dolly van Der Mart. sebagai tempat prostitusi khusus bagi para tentara negera Belanda. Keturunan dari Noni Dolly van Der Mart sampai sekarang masih ada di Surabaya, walau sudah tidak mengelola bisnis prostitusi lagi.
Penutupan Dolly
Tri Rismaharini, wali kota Surabaya, bertekad untuk menutup lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara, paling lambat 19 Juni 2014. Pemerintah Kota Surabaya sudah menyusun rancangan kedepan akan diapakan seluruh kawasan Dolly setelah ditutup. KaDinSos (Kepala Dinas Sosial) Kota Surabaya Soepomo menginfokan “Nantinya, para PSK akan memperoleh bantuan modal sebesar Rp5,05 juta per orang. Sedangkan germo mendapat Rp5 juta orang. Untuk dana germo itu berasal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Sedangkan PSK dari Kemensos. Sedangkan Pemerintah Kota melakukan rehabilitasi terhadap keseluruhan kawasan”.
Menanggapi kekhawatiran adanya PSK yang tetap beredar di jalanan, panti pijat maupun di hotel setelah penutupan, Soepomo menyatakan, pihak DinSos akan terus melakukan razia di seluruh tempat, baik hotel, panti pijat maupun lokasi yang lain. “Jika ditemukan hotel maupun panti pijat yang menjadi tempat prostitusi, maka izin usahanya akan dicabut” tegasnya.
0 comments:
Post a Comment